Sultan Malikul Saleh

Makam Sultan Malikul Saleh


Kompleks makam Sultan Malikus Salih (Foto : artmelayu)








NISAN SULTAN MALIKULSALEH

Kata yang terpatri pada batu nisan Sultan Maliku Saleh:  
"Ini kubur adalah kepunyaan almarhum hamba yang dihormati, yang diampuni, yang taqwa, yang menjadi penasehat, yang terkenal, yang berketurunan, yang mulia, yang kuat beribadah, penakluk, yang bergelar dengan Sultan Malikul Salih". (Tanggal wafat, bulan Ramadhan tahun 696 Hijrah/1297 Masehi)

Pada bagian belakang terpatri:
Sesungguhnya dunia ini fana. Dunia ini tiadalah kekal Sesungguhnya dunia ini ibarat sarang yang ditenun oleh laba-laba Demi sesungguhnya memadailah buat engkau dunia ini.Hai orang yang mencari kekuatan. Hidup hanya untuk masa pendek saja . Semua orang di dunia ini tentu akan mati.

Foto : artmelayu
Foto artmelayu

Malik al-Salih (Malik ul Salih, Malik Al Saleh, Malikussaleh, Malik al Salih atau Malik ul Saleh) mendirikan kerajaan Islam pertama di nusantara, yaitu Samudera Pasai pada tahun 1267. Nama aslinya adalah Meurah Silu (Merah Silu). Ia adalah keturunan dari Suku Imam Empat ( Suku Imam Empat atau Sukee Imuem Peuet adalah sebutan untuk keturunan empat Maharaja/Meurah bersaudara yang berasal dari Mon Khmer (Champa) yang merupakan pendiri pertama kerajaan-kerajaan di Aceh Pra-Islam, diantaranya Maharaja Syahir Po-He-La yang mendirikan Kerajaan Peureulak (Po-He-La) di Aceh Timur, Syahir Tanwi yang mendirikan kerajaan Jeumpa (Champa) di Peusangan (Bireuen), Syahir Poli(Pau-Ling) yang mendirikan kerajaan Sama Indra di Pidie dan Syahir Nuwi yang Mendirikan Kerajaan Indra Purba di Banda Aceh dan Aceh Besar)


Malik Al Saleh, Sang Raja Pasai Penyebar Islam Di Asia Tenggara

Sebelum Dinasti Usmaniyah (Ottoman) di Turki berdiri pada 699-1341H atau bertepatan dengan tahun 1385-1923M, ternyata nun jauh di belahan dunia sebelah timur-tepatnya di wilayah Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) saat ini-telah muncul sebuah kerajaan Islam bernama Samudera Pasai. Jika Ottoman mulai menancapkan kekuasaannya pada tahun 1385M, Samudera Pasai sudah mengibarkan bendera kekuasaannya pada 1267M.

Keberadaan Kesultanan Samudera Pasai ini diungkapkan oleh pengembara Muslim dari Moroko, Abu Abdullah Ibnu Batuthah (1304-1368 M), dalam kitabnya yang berjudul Rihlah ila I-Masyriq (Pengembaraan ke Timur).

"Sebuah negeri yang hijau dengan kota pelabuhannya yang besar dan indah," tulis Ibnu Batutah ketika menggambarkan kekagumannya terhadap keindahan dan kemajuan Kerajaan Samudera Pasai yang sempat disinggahinya selama 15 hari pada 1345 M.

Sementara itu, dalam catatan perjalanan Ibnu Batutah lainnya yang berjudul Tuhfat al-Nazha, ia menuturkan, pada masa itu Samudera Pasai telah menjelma sebagai pusat studi Islam di kawasan Asia Tenggara. Jauh sebelum Sang Pengembara Muslim itu menginjakkan kakinya di kerajaan Muslim pertama di nusantara itu, seorang penjelajah asal Venezia (Italia), yang bernama Marco Polo, telah mengunjungi Samudera Pasai pada 1292M.


Marco Polo bertandang ke Samudera Pasai saat menjadi pemimpin rombongan yang membawa ratu dari Cina ke Persia. Bersama dua ribu orang pengikutnya, Marco Polo singgah dan menetap selama lima bulan di bumi Serambi Makkah itu. Dalam kisah perjalanan berjudul Travel of Marco Polo, pelancong dari Eropa itu juga mengagumi kemajuan yang dicapai Kesultanan Samudera Pasai.

Kesultanan Samudera Pasai terletak di pesisir pantai utara Sumatra-kurang lebih di sekitar Kota Lhokseumawe, Aceh Utara, sekarang ini. Kesultanan ini didirikan oleh Meurah Silu pada sekitar tahun 1267M. Ia adalah keturunan dari Suku Imam Empat atau Sukee Imuem Peuet-sebutan untuk keturunan empat maharaja (meurah) bersaudara yang berasal dari Mon Khmer (Champa), yang merupakan pendiri pertama kerajaan-kerajaan di Aceh praIslam.

Keempat maharaja tersebut adalah Syahir Po-He-La yang mendirikan Kerajaan Peureulak (Perlak) di Aceh Timur, Syahir Tanwi yang mendirikan Kerajaan Jeumpa (Champa) di Peusangan (Bireuen), Syahir Poli (Pau-Ling) yang mendirikan Kerajaan Sama Indra di Pidie, dan Syahir Nuwi yang mendirikan Kerajaan Indra Purba di Banda Aceh dan Aceh Besar.

Malik Al Saleh

Dalam Hikayat Raja-Raja Pasai, disebutkan asal usul penamaan Kerajaan Samudera Pasai. Syahdan, suatu hari, Meurah Silu melihat seekor semut raksasa yang berukuran sebesar kucing. Meurah yang kala itu belum memeluk Islam menangkap dan memakan semut itu. Dia lalu menamakan tempat itu Samandra.

Tak semua orang percaya kisah yang berbau legenda itu. Sebagian orang meyakini kata Samudera berasal dari bahasa Sanskrit yang bererti laut. Sedangkan, kata Pasai diyakini berasal dari Parsi: Parsee atau Pase. Pada masa itu, banyak pedagang dan saudagar Muslim dari Persia-India alias Gujarat yang singgah di wilayah nusantara.

Meurah Silu kemudian memutuskan masuk Islam dan berganti nama menjadi Malik al Saleh atau dikenal dengan sebutan Malik al-Saleh. Menurut legenda masyarakat Aceh, suatu hari Meurah Silu bermimpi bertemu dengan Rasulullah SAW. Setelah itu, ia pun memutuskan masuk Islam.

Malik al-Saleh mulai menduduki takhta Kesultanan Samudera Pasai pada 1267 M. Di bawah kepemimpinan Malik al-Saleh, Samudera Pasai mulai berkembang. Ia berkuasa selama 29 tahun dan digantikan oleh Sultan Muhammad Malik al-Zahir (1297-1326 M).

Namun, ada juga yang menyebutkan, Malik al-Saleh diangkat menjadi sultan di Kerajaan Samudera Pasai oleh seorang Laksamana Laut dari Mesir bernama Nazimuddin al-Kamil setelah berhasil menaklukkan Pasai.

Penyebar Islam

Selain dikenal sebagai pendiri dan raja pertama dari Kesultanan Samudera Pasai, Malik al-Saleh juga merupakan tokoh penyebar agama Islam di wilayah nusantara dan Asia Tenggara pada abad ke-13 M. Karena pengaruh kekuasaan yang dimiliki Sultan Malik al-Saleh, Islam bisa berkembang luas di wilayah nusantara hingga ke negeri-negeri lainnya di kawasan Asia Tenggara.

Menurut Marco Polo, Malik al-Saleh adalah seorang raja yang kuat dan kaya. Ia menikah dengan putri raja Perlak dan memiliki dua anak. Ketika berkuasa, Malik al-Saleh menerima kunjungan Marco Polo.

Pada masa pemerintahan Malik al-Saleh, Samudera Pasai memiliki kontribusi yang besar dalam pengembangan dan penyebaran Islam di Tanah Air. Samudera Pasai banyak mengirimkan para ulama serta mubaligh untuk menyebarkan agama Islam ke Pulau Jawa. Selain itu, banyak juga ulama Jawa yang menimba ilmu agama di Pasai. Salah satunya adalah Syekh Yusuf-seorang sufi dan ulama penyebar Islam di Afrika Selatan yang berasal dari Makassar.

Wali Songo merupakan bukti eratnya hubungan antara Samudera Pasai dan perkembangan Islam di Pulau Jawa. Konon, Sunan Kalijaga merupakan menantu Maulana Ishak, salah seorang Sultan Pasai. Selain itu, Sunan Gunung Jati yang menyebarkan Islam di wilayah Cirebon serta Banten ternyata putra daerah Pasai.

Kesultanan Samudera Pasai begitu teguh dalam menerapkan agama Islam. Pemerintahannya bersifat teokrasi (agama) yang berdasarkan ajaran Islam. Tak heran bila kehidupan masyarakatnya juga begitu kental dengan nuansa agama serta kebudayaan Islam.

suaramedia




Malik al-Saleh pemerintah Islam awal di Nusantara
N.A. HALIM

PENULIS di samping makam Sultan Malik al-Saleh di Kampung Muenasah Beringin (Pasai) di Lhoksaumawe, Aceh. Sultan Pasai ini mangkat pada tahun 670 Hijrah (1297M).

Dengan menaiki kereta milik Drs. Zakaria Ahmad, bekas Pengarah Muzium Aceh, perjalanan dari bandar Aceh ke Lhoksaumawe memakan masa kira-kira satu jam. Perjalanan ini agak lambat kerana kami singgah di beberapa tempat se-panjang perjalanan tersebut.

Di bandar Lhoksaumawe saya singgah sebentar di rumah Pak Ali Akhbar yang pernah menjadi Pengarah Muzium dan sekarang menjadi wakil rakyat.

Selepas minum secawan kopi dengan keropok belinja di rumah Pak Ali Akhbar, kami pun bertolak ke sebuah kampung yang menurut Drs. Zakaria Ahmad ialah Kampung Muenasah Beringin, Gedong.

Jauhnya kira-kira 10 kilometer dari bandar Lhoksaumawe. Di situ ada makam Sultan Malik al-Saleh iaitu raja pemerintah pertama beragama Islam di rantau Nusantara ini.

Di tapak makam, saya diperkenalkan dengan ketua kampung tersebut dan beberapa orang kampung yang sedang melawat makam. Di tapak ini juga terdapat makam Sultan Malik al-Dhazir (Thahir), iaitu putera baginda.

Nisan pada makam Sultan Malik al-Dhazir tidak sama dengan nisan Sultan Malik al-Saleh yang menggunakan nisan batu Aceh. Nisan makam Sultan Malik al-Dhazir menggunakan batu pejal dan terpahat dengan huruf Arab/jawi yang sangat halus.

Nisan pada makam Sultan Malik al-Saleh terdapat catatan tarikh kemangkatan baginda iaitu pada bulan Ramadan 670 Hijrah (bersamaan tahun 1297). Manakala Sultan Malik al-Dhazir pula mangkat pada tahun 1326 Masihi.

Sultan Malik al-Saleh adalah nama besar dan agung dalam Sejarah Nusantara, apatah lagi ia dihubungkan dengan kedatangan Islam ke Nusantara.

Sejarah menyebutnya Sultan Malik al-Saleh ialah raja pemerintah yang pertama di Nusantara yang memeluk agama Islam, iaitu kira-kira pada tahun 1275 Masihi. Sama ada benar atau tidak, belum ada bukti lain yang boleh menafikannya.

Walaupun dalam sejarah Aceh ada mencatatkan bahawa kesultanan Aceh yang berteraskan Islam telah bermula pada tahun 1205 Masihi, di Perlak pula telah ada pemerintah yang memakai gelaran sultan iaitu Sultan Alaidin Syah yang memerintah Perlak pada tahun 1161 hingga tahun 1186 Masihi.

Dengan itu Sultan Malik al-Saleh yang masuk Islam pada tahun 1275 tidaklah boleh dianggap sebagai pemerintah yang awal memeluk agama Islam.

Dalam Hikayat Raja-Raja Pasai ada menyebut bahawa di Semerlanga, ada dua orang raja bersaudara yang tua bernama Raja Ahmad dan yang muda bernama Raja Muhammad.

Ketika Raja Muhammad sedang menebang serumpun buluh betung, tiba-tiba di bahagian tengah rumpun buluh itu didapati seorang kanak-kanak perempuan di dalam rebung buluh tersebut. Lalu kanak-kanak perempuan tersebut dibawa pulang dan diberi nama Puteri Buluh Betung.

Manakala Raja Ahmad pula menemui seorang kanak-kanak lelaki di atas kepala gajah, lalu kanak-kanak itu diambil dan diberi nama Merah Gajah.

Setelah kedua-duanya besar lalu dikahwinkan dan mereka memperoleh dua orang putera. Yang tua dinamakan Merah Silu dan yang bongsu dinamakan Merah Hasun.

Satu tragedi telah berlaku apabila Merah Gajah mencabut sehelai rambut yang berwarna kuning di tengah kepala isterinya, Puteri Buluh Betung itu.

Setelah tercabut keluarlah darah tidak berhenti-henti sehingga membawa maut. Akhirnya Merah Gajah telah dibunuh oleh bapa mertuanya Raja Muhammad.

Tidak lama kemudian terjadi pula pergaduhan antara Raja Muhammad dengan kekandanya Raja Ahmad sehingga kedua-duanya mangkat.

Kerana sedih atas peristiwa itu Merah Silu akhirnya berpindah ke sebuah tempat bernama Rimba Jeram.

Pada suatu hari ketika sedang berburu, anjingnya yang bernama Pasai menyalak ke arah sebuah tanah tinggi.

Di tempat itu Merah Silu terlihat ada seekor semut sebesar kucing lalu tempat itu dinamakan Samudera iaitu sempena semut yang besar dan Pasai pula sempena dengan nama anjing pemburuan.

Lama-kelamaan kedua tempat tersebut disebut Samudera/Pasai. Semasa memerintah di Samudera/Pasai inilah Merah Silu diIslamkan oleh seorang ulama yang bernama Nakhoda Ismail yang datang dari Merah.

Setelah masuk Islam Merah Silu mengambil nama Sultan Malik al-Saleh dan mengikut sejarahnya Sultan Malik al-Saleh memerintah Samudera/Pasai pada tahun 1275 dan baginda mangkat pada 1297.

utusan online

Makam Bersejarah di Pasai

Sejarah telah mencatat bahwa di Aceh Utara pernah berdiri kerajaan Islam Pasai. Hingga sekarang, di sana banyak terdapat makam (grave) para pembesar, baik muslim maupun nonmuslim sebagai bukti di Pasai sebagai kerajaan agung pada masa itu. Makam-makam tersebut kini perlu pemugaran sebagai situs sejarah. Berikut tuhoe mencatat sejumlah makam yang memiliki pertalian darah (hubungan) dengan Kerajaan Pasai. Jika punya waktu, melayatlah walau sekedar mengingat bahwa sebesar apa pun kemegahan masa hidup, ke alam kubur jua kembali kita.

 Makam Sultan Malikul Dhahir (Muhammad Malik Al-Zahir atau Malikuzzahir)

Sultan Malikul Dhahir adalah anak pertama dari Sultan Malikussaleh yang mengambil alih pimpinan Kerajaan Samudera Pasai dari tahun 1297-1326 M. Makamnya terletak di Gampông Beuringen, Kecamatan Samudera ± 17 km dari Kota Lhokseumawe. Posisi makam ini bersebelahan dengan makam Malikussaleh. Batu nisannya terbuat dari granit, terpahat surat At-Taubah ayat 21-22 serta teks yang diterjemahan, “Kubur ini kepunyaan tuan yang mulia, yang syahid bernama Sultan Malik Adh-Dhahir, cahaya dunia dan sinar agama. Muhammad bin Malik Al-Saleh, wafat malam Ahad 12 Zulhijjah 726 H (19 Nopember 1326 M).





Makam Nahrisyah

Nahrisyah adalah seorang ratu dari Kerajaan Samudera Pasai yang memegang pucuk pimpinan tahun 1416-1428 M. Ratu Nahrisyah dikenal arif dan bijak. Ia bertahta dengan sifat keibuan dan penuh kasih sayang. Harkat dan martabat perempuan begitu mulia pada masanya sehingga banyak yang menjadi penyiar agama pada masa tersebut. Makamnya terletak di Gampông Kuta Krueng, Kecamatan Samudera ± 18 km sebelah timur Kota Lhokseumawe, tidak jauh dari Makam Malikussaleh. Surat Yasin dengan kaligrafi yang indah terpahat dengan lengkap pada nisannya. Tercantum pula ayat Qursi, Surat Ali Imran ayat 18-19, Surat Al-Baqarah ayat 285-286, dan sebuah penjelasan dalam aksara Arab yang artinya, “Inilah makam yang suci, Ratu yang mulia almarhumah Nahrisyah yang digelar dari bangsa chadiu bin Sultan Haidar Ibnu Said Ibnu Zainal Ibnu Sultan Ahmad Ibnu Sultan Muhammad Ibnu Sultan Malikussaleh, mangkat pada Senin 17 Zulhijjah 831 H” (1428 M).


Makam Teungku Sidi Abdullah Tajul Nillah

Teungku Sidi Abdullah Tajul Milah berasal dari Dinasti Abbasiyah dan merupakan cicit dari khalifah Al-Muntasir yang meninggalkan negerinya (Irak) karena diserang oleh tentara Mongolia. Beliau berangkat dari Delhi menuju Samudera Pasai dan mangkat di Pasai tahun 1407 M. Ia adalah pemangku jabatan Menteri Keuangan. Makamnya terletak di sebelah timur Kota Lhokseumawe. Batu nisannya terbuat dari marmer berhiaskan ukiran kaligrafi, ayat Qursi yang ditulis melingkar pada pinggiran nisan. Sedangkan di bagian atasnya tertera kalimat Bismillah serta surat At-Taubah ayat 21-22.

Makam Perdana Menteri

Situs ini disebut juga Makam Teungku Yacob. Beliau adalah seorang Perdana Menteri pada zaman Kerajaan Samudera Pasai sehingga makamnya digelar Makam Perdana Menteri. Beliau mangkat pada bulan Muharram 630 H (Agustus 1252 M). Di lokasi ini terdapat delapan buah batu pusara dengan luas pertapakan 8 x 15 m. Nisannya bertuliskan kaligrafi indah surat Al-Ma’aarij ayat 18-23 dan surat Yasin ayat 78-81.

Makam Teungku 44

Makam ini berjuluk Makam Teungku 44 (Peuet Ploh Peuet) karena di sini dikuburkan 44 orang ulama dari Kerajaan Samudera Pasai yang dibunuh karena menentang dan mengharamkan perkawinan raja dengan putri kandungnya. Makam ini dapat ditemui di Gampông Beuringen, Kecamatan Samudera ± 17 km sebelah Timur Kota Lhokseumawe. Pada nisan tersebut bertuliskan kaligrafi yang indah surat Ali Imran ayat 18.

Makam Teungku Di Iboih

Makam Teungku Di Iboih adalah milik Maulana Abdurrahman Al-Fasi. Sebagian arkeolog berpendapat bahwa makam ini lebih tua daripada makam Malikussaleh. Makam ini terletak di Gampông Mancang, Kecamatan Samudera ± 16 km sebelah Timur Kota Lhokseumawe. Batu nisannya dihiasi dengan kaligrafi yang indah terdiri dari ayat Qursi, surat Ali Imran ayat 18, dan surat At-Taubah ayat 21-22.

Makam Batee Balee

Makam ini merupakan situs peninggalan sejarah Kerajaan Samudera Pasai. Tokoh utama yang dimakamkan pada Situs Batee Balee ini adalah Tuhan Perbu yang mangkat tahun 1444 M. Lokasinya di Gampông Meucat, Kecamatan Samudera, sebelah Timur Kota Lhokseumawe. Di antara nisan-nisan tersebut ada yang bertuliskan kaligrafi dari surat Yasin, Surat Ali Imran, Surat Al’Araaf, Surat Al-Jaatsiyah, Surat Al-Hasyr.

Makam Ratu Al-Aqla

Ratu Al-Aqla adalah putri Sultan Muhammad (Malikul Dhahir), yang mangkat pada tahun 1380 M. Makam ini berlokasi di Gampông Meunje Tujoh, Kecamatan. Matangkuli ± 30 km sebelah Timur Kota Lhokseumawe. Batu nisannya dihiasi dengan kaligrafi indah berbahasa Kawi dan bahasa Arab.

JKMA Acheh


KERAJAAN SAMUDERA PASAI


1. SEJARAH

Kerajaan Samudera Pasai terletak di Aceh, dan merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia. Kerajaan ini didirikan oleh Meurah Silu pada tahun 1267 M. Bukti-bukti arkeologis keberadaan kerajaan ini adalah ditemukannya makam raja-raja Pasai di kampung Geudong, Aceh Utara. Makam ini terletak di dekat reruntuhan bangunan pusat kerajaan Samudera di desa Beuringin, kecamatan Samudera, sekitar 17 km sebelah timur Lhokseumawe. Di antara makam raja-raja tersebut, terdapat nama Sultan Malik al-Saleh, Raja Pasai pertama. Malik al-Saleh adalah nama baru Meurah Silu setelah ia masuk Islam, dan merupakan sultan Islam pertama di Indonesia. Berkuasa lebih kurang 29 tahun (1297-1326M). Kerajaan Samudera Pasai merupakan gabungan dari Kerajaan Pase dan Peurlak, dengan raja pertama Malik al-Saleh.

Seorang pengembara Muslim dari Maghribi, Ibnu Bathutah sempat mengunjungi Pasai tahun 1346 M. ia juga menceritakan bahwa, ketika ia di China, ia melihat adanya kapal Sultan Pasai di negeri China. Memang, sumber-sumber China ada menyebutkan bahwa utusan Pasai secara rutin datang ke China untuk menyerahkan upeti. Informasi lain juga menyebutkan bahwa, Sultan Pasai mengirimkan utusan ke Quilon, India Barat pada tahun 1282M. Ini membuktikan bahwa Pasai memiliki relasi yang cukup luas dengan kerajaan luar

Pada masa jayanya, Samudera Pasai merupakan pusat perniagaan penting di kawasan itu, dikunjungi oleh para saudagar dari berbagai negeri, seperti China, India, Siam, Arab dan Persia. Komoditas utama adalah lada. Sebagai bandar perdagangan yang besar, Samudera Pasai mengeluarkan mata uang emas yang disebut dirham. Wang ini digunakan secara rasmi di kerajaan tersebut. Di samping sebagai pusat perdagangan, Samudera Pasai juga merupakan pusat perkembangan agama Islam.

Seiring perkembangan zaman, Samudera mengalami kemunduran, hingga ditaklukkan oleh Majapahit sekitar tahun 1360M. Pada tahun 1524 M ditaklukkan oleh kerajaan Aceh.

2. SILSILAH

1. Sultan Malikul Saleh (1267-1297 M)
2. Sultan Muhammad Malikul Zahir (1297-1326 M)
3. Sultan Mahmud Malik Az-Zahir (1326 ± 1345
4. Sultan Malik Az-Zahir (?- 1346)
5. Sultan Ahmad Malik Az-Zahir yang memerintah (ca. 1346-1383)
6. Sultan Zain Al-Abidin Malik Az-Zahir yang memerintah (1383-1405)
7. Sultanah Nahrasiyah, yang memerintah (1405-1412)
8. Sultan Sallah Ad-Din yang memerintah (ca.1402-?)
9. Sultan yang kesembilan yaitu Abu Zaid Malik Az-Zahir (?-1455)
10.Sultan Mahmud Malik Az-Zahir, memerintah (ca.1455-ca. 1477)
11.Sultan Zain Al-‘Abidin, memerintah (ca.1477-ca.1500)
12.Sultan Abdullah Malik Az-Zahir, yang memerintah (ca.1501-1513)
13.Sultan Zain Al’Abidin, yang memerintah tahun 1513-1524



3. PERIOD PEMERINTAHAN

Rentang masa kekuasan Samudera Pasai berlangsung sekitar 3 abad, dari abad ke-13 hingga 16 M.

4. WILAYAH KEKUASAAN

Wilayah kekuasaan Pasai mencakup wilayah Aceh ketika itu.

5. STRUKTUR PEMERINTAHAN

Pimpinan tertinggi kerajaan berada di tangan sultan yang biasanya memerintah secara turun temurun. disamping terdapat seorang sultan sebagai pimpinan kerajaan, terdapat pula beberapa jabatan lain, seperti Menteri Besar (Perdana Menteri atau Orang Kaya Besar), seorang Bendahara, seorang Komandan Militer atau Panglima Angkatan laut yang lebih dikenal dengan gelar Laksamana, seorang Sekretaris Kerajaan, seorang Kepala Mahkamah Agama yang dinamakan Qadi, dan beberapa orang Syahbandar yang mengepalai dan mengawasi pedagang-pedagang asing di kota-kota pelabuhan yang berada di bawah pengaruh kerajaan itu. Biasanya para Syahbandar ini juga menjabat sebagai penghubung antara sultan dan pedagang-pedagang asing.

Selain itu menurut catatan M.Yunus Jamil, bahwa pejabat-pejabat Kerajaan Islam Samudera Pasai terdiri dari orang-orang alim dan bijaksana. Adapun nama-nama dan jabatan-jabatan mereka adalah sebagai berikut:

1. Seri Kaya Saiyid Ghiyasyuddin, sebagai Perdana Menteri.
2. Saiyid Ali bin Ali Al Makaarani, sebagai Syaikhul Islam.
3. Bawa Kayu Ali Hisamuddin Al Malabari, sebagai Menteri Luar Negeri

6. KEHIDUPAN POLITIK

Kerajaan Samudra Pasai yang didirikan oleh Marah Silu bergelar Sultan Malik al- Saleh, sebagai raja pertama yang memerintah tahun 1285 – 1297. Pada masa pemerintahannya, datang seorang musafir dari Venetia (Italia) tahun 1292 yang bernama Marcopolo, melalui catatan perjalanan Marcopololah maka dapat diketahui bahwa raja Samudra Pasai bergelar Sultan. Setelah Sultan Malik al-Saleh wafat, maka pemerintahannya digantikan oleh keturunannya yaitu Sultan Muhammad yang bergelar Sultan Malik al-Tahir I (1297 – 1326). Pengganti dari Sultan Muhammad adalah Sultan Ahmad yang juga bergelar Sultan Malik al-Tahir II (1326 – 1348).

Pada masa ini pemerintahan Samudra Pasai berkembang pesat dan terus menjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan Islam di India maupun Arab. Bahkan melalui catatan kunjungan Ibnu Batutah seorang utusan dari Sultan Delhi tahun 1345 dapat diketahui Samudra Pasai merupakan pelabuhan yang penting dan istananya disusun dan diatur secara India dan patihnya bergelar Amir.
Pada masa selanjutnya pemerintahan Samudra Pasai tidak banyak diketahui karena pemerintahan Sultan Zaenal Abidin yang juga bergelar Sultan Malik al-Tahir III kurang begitu jelas. Menurut sejarah Melayu, kerajaan Samudra Pasai diserang oleh kerajaan Siam. Dengan demikian karena tidak adanya data sejarah yang lengkap, maka runtuhnya Samudra Pasai tidak diketahui secara jelas. Dari penjelasan di atas, apakah Anda sudah paham? Kalau sudah paham simak uraian materi berikutnya.


7. KEHIDUPAN EKONOMI

Dengan letaknya yang strategis, maka Samudra Pasai berkembang sebagai kerajaan Maritim, dan bandar transito. Dengan demikian Samudra Pasai menggantikan peranan Sriwijaya di Selat Malaka.
Kerajaan Samudra Pasai memiliki hegemoni (pengaruh) atas pelabuhan-pelabuhan penting di Pidie, Perlak, dan lain-lain. Samudra Pasai berkembang pesat pada masa pemerintahan Sultan Malik al-Tahir II. Hal ini juga sesuai dengan keterangan Ibnu Batulah.

Komoditi perdagangan dari Samudra yang penting adalah lada, kapurbarus dan emas. Dan untuk kepentingan perdagangan sudah dikenal uang sebagai alat tukar yaitu uang emas yang dinamakan Deureuham (dirham).

8. KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA

Telah disebutkan di muka bahwa, Pasai merupakan kerajaan besar, pusat perdagangan dan perkembangan agama Islam. Sebagai kerajaan besar, di kerajaan ini juga berkembang suatu kehidupan yang menghasilkan karya tulis yang baik. Sekelompok minoritas kreatif berhasil memanfaatkan huruf Arab yang dibawa oleh agama Islam, untuk menulis karya mereka dalam bahasa Melayu. Inilah yang kemudian disebut sebagai bahasa Jawi, dan hurufnya disebut Arab Jawi.

Di antara karya tulis tersebut adalah Hikayat Raja Pasai (HRP). Bagian awal teks ini diperkirakan ditulis sekitar tahun 1360 M. HRP menandai dimulainya perkembangan sastera Melayu klasik di bumi nusantara. Bahasa Melayu tersebut kemudian juga digunakan oleh Syaikh Abdurrauf al-Singkili untuk menuliskan buku-bukunya.


Sejalan dengan itu, juga berkembang ilmu tasawuf. Di antara buku tasawuf yang diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu adalah Durru al-Manzum, karya Maulana Abu Ishak. Kitab ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu oleh Makhdum Patakan, atas permintaan dari Sultan Malaka. Informasi di atas menceritakan sekelumit peran yang telah dimainkan oleh Samudera Pasai dalam posisinya sebagai pusat tamadun Islam di Asia Tenggara pada masa itu.

the history of acheh

Comments